Kamis, 28 Maret 2013

Tulisan 3 (Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan Personal)


Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan Personal
  1. Penyesuaian diri
          Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma.  Selain disamakan dengan adaptasi, penyesuaian diri juga bisa disebut sebagai penguasaan, yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengatur respons pribadi sedemikan rupa sehingga konflik,kesulitan, dan frustasi akan hilang dengan munculnya tingkah laku yang efisien. Sedangkan dari psikologi sendiri, penyesuaian diri memiliki banyak arti, antara lain pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, bahkan pembentukan simtom.
B.     Pertumbuhan
        Manusia individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak serta merta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang. Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Dalam ruang lingkup keluarga terdapat norma-norma dan begitupula dalam ruang lingkup masyarakat terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:

1. Faktor Biologis atau genetik
Semua manusia memiliki warisan biologis yang bersifat khusus yang dilihat dari masa konsepsi, bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan, menentukan beberapa karakteristik seperti jenis  kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti temperamen, Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal yang diturunkan oleh orang tuanya.

2. Faktor Geografis
Faktor eksternal / lingkungan
Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
3. Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga. Semuanya ditentukan dari perkembangannya selama ia tumbuh dan berkembang.
a. Aliran asosiasi
Perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
b. Psikologi gestalt
Pertumbuhan adalah proses  perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan.
c. Aliran sosiologi
Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan
Sumber :

Tulisan 2 (Teori Kepribadian Sehat)


Teori Kepribadian Sehat
          Dalam kesehatan mental terdapat beberapa teori kepribadian sehat dari beberapa aliran seperti psikoanalisa, behavioristik, dan humanistik.
1. Psikoanalisa
Psikoanalisis pertama kali di rumuskan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, menurut Freud psikoanalisis merupakan studi fungsi dan perilaku psikologis manusia yang merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia. Aliran ini melihat manusia dari sisi negatif, alam bawah sadar (id, ego, super ego), mimpi dan masa lalu. Aliran ini mengabaikan Potensi yang dimiliki oleh manusia. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, Ego berfungsi menjembatani tuntutan-tuntutan Id dengan realitas di dunia luar dan Superego adalah “polisi kepribadian” yang mewakili dunia ideal.
Kepribadian Sehat Psikoanalisa:
  •   Individu bersifat egois, tidak bermoral, dan tidak mau tahu kenyataan.
  •  Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan keinginan.
  • Manusia didorong oleh dorongan seksual agresif.
  •  Perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi.
          Aliran ini memberi gambaran pesimis tentang kodrat manusia, dan manusia dianggap sebagai korban dari tekanan-tekanan  biologis dan konflik masa kanak-kanak yang sering kali merepresi konflik-konflik tersebut yang terkadang malah membuat depresi.

2. Behavioristik
Teori  behavioristik adalah  teori yang dilahirkan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Aliran behavioristik memperlakukan manusia sebagai mesin, yaitu dalam suatu sistem kompleks yang bertigkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum. Dalam pandangan kaum behavioris, individu digambarkan sebagai suatu organisme yang bersifat baik, teratur, dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup, berkreativitas, seperti alat pengatur panas.
Kepribadian sehat behavioristik :
  •   Manusia adalah makhluk perespon; lingkungan mengontrol perilaku.
  •   Manusia tidak memiliki sikap diri sendiri.
  •  Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif dan mementingkan lingkungan.
  •   Sifatnya mekanis manusia adalah mementingkan masa lalu
          Manusia diperlukan sebagai mesin, layaknya alat pengatur panas yang mengatur semuanya. Aliran ini menganggap manusia yang memberikan respons positif yang berasal dari luar. Dalam aliran ini manusia dianggap tidak memiliki sikap diri sendiri. Dan ciri-cirinya yaitu tersusun baik, teratur dan ditentukan sebelumnya, dengan banyak spontanitas, kegembiraan hidup dan kreativitas.
        Jadi, manusia dilihat oleh para behavioris sebagai orang-orang yang memberikan respons secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar dan mementingkan lingkungannya.

3. Humanistik
        Psikologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi.  Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behavioralisme. Ciri dari kepribadian sehat menurut aliran ini adalah mengatualisasikan diri, bukan respon pasif buatan atau individu yang terimajinasikan oleh pengalaman-pengalaman masa lalu. Aktualisasi diri adalah mampu mengedepankan keunikan dalam pribadi setiap individu, karena setiap individu memiliki hati nurani dan kognisi untuk menimbang-nimbang segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Humanistik menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan untuk menyatakan diri. Bagi ahli-ahli psikologi humanistik, manusia jauh lebih banyak memiliki potensi. Gambaran ahli psikologi humanistik tentang kodrat manusia adalah optimis dan penuh harapan. Mereka percaya terhadap kapasitas manusia untuk memperluas, memperkaya, mengembangkan, dan memenuhi dirinya, untuk menjadi semuanya menurut kemampuan yang ada. Seperti yang dijelaskan pada hierarki kebutuhan menurut Maslow, manusia memiliki keinginan yang tinggi dalam hidupnya maka ia akan berjuang untuk memenuhi semua kebutuhannya.
        Jadi, aliran Humanistik memfokuskan diri pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan hasrat biologisnya guna meraih potensi maksimal. Manusia memiliki daya juang yang tinggi untuk memebuhi semua kebutuhannya. Namun dengan lahirnya aliran ini terkadang menjadikan manusia kurang adil karena memikirkan “apakah yang saya lakukan ini sudah benar? Apakah yang saya lakukan ini tidak akan menyakitinya?” jadi manusia terkesan lemah dan tidak bisa bersifat adil.
Sumber :
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan Model-model Kepribadian Sehat.  Yogyakarta : Kanisius


Tulisan 1 (Konsep Sehat, Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental dan Pendekatan Kesehatan mental)


KONSEP SEHAT         
 Kesehatan mental sering juga disebut mental health atau mental hygine. Ilmu kesehatan mental berkait erat dengan terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Awal kemunculaan penelitian ini adalah adanya keluhan dari individu maupun masyarakat sekitar. Pengertian klasik tentang kesehatan mental ini mengandung arti yang sangat sempit, karena kajian kesehatan mental hanya diperuntukan bagi orang yang mengalami gangguan dan penyakit jiwa saja.
          Sebagai makhluk hidup manusia memiliki kesamaan dengan makhluk hidup lainnya, yakni lahir, tumbuh, berkembang mengalami dinamika stabil-labil, sehat-sakit, normal-abnormal, dan berakhir dengan kematian. Manusia selalu ingin sehat tetapi tanpa disadari mereka bergaya hidup tidak sehat yang dampaknya akan dirasakan dibeberapa tahun kemudian. Sehari-hari kita sering menggunakan istilah “sehat wal afiat” untuk menyebut kondisi kesehatan kita yang prima, tetapi jika kita merujuk kepada istilah “as shihhah wa al ‘afiyah” disitu ada dua dimensi pengertian. Kata ‘sehat’ merujuk kepada fungsi, sedangkan kata ‘afiat’ merujuk kepada kesesuaian dengan maksud penciptaan. Mata yang sehat adalah mata yang dapat digunakan untuk melihat tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan mata yang afiat adalah mata yang tidak dapat digunakan untuk melihat sesuatu yang dilarang untuk melihatnya, seperti mengintip orang yang sedang mandi. Karena maksud Tuhan menciptakan mata adalah untuk melihat sebagai penunjuk kebenaran bukan sebagai melihat sesuatu yang salah (Zulkifli Yunus, 1994:57).
           Kita bukan hanya mengenal kesehatan tubuh tapi juga mengenal kesehatan mental dan bahkan kesehatan masyarakat. Namun saat ini di negara kita masyarakatnya tidak sedang dalam keadaan sehat wal afiat. Jika kita sakit gigi maka kita akan pergi ke dokter gigi, jika kita sakit perut maka kita akan pergi ke dokter penyakit dalam. Masalahnya adalah ada orang yang secara fisik ia sehat namun ia mengalami gangguan sehingga fisiknya pun tidak berfungsi. Secara medis ia sehat, tetapi ia merasa tidak sehat, sehingga ia tidak bisa berpikir, tidak bisa konsentrasi, dan tidak bisa tidur. Sering kita mendengar ungkapan bahwa orang itu yang tepenting adalah hatinya dan jiwanya. Dalam perspektif ini, hakikat manusia adalah jiwanya. Orang gila secara fisik adalah manusia, tetapi ia sudah tidak diperhitungkan karena jiwanya sakit (sudah tidak berfungsi). Orang gila tidak menyadari sakitnya, namun orang yang mengalami gangguan kejiwaan dapat menyadari bahwa jiwanya terganggu. Orang gila tidak dapat berpikir mengenai dirinya, namun orang yang terganggu kejiwaannya justru selalu berpikir dan bertanya mengapa jiwanya terganggu. Dari ini, maka kita mengenal ada rumah sakit umum, rumah sakit jiwa dan lembaga bimbingan mental atau konseling (El Qudsy, 1989: 45). Sumber: Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press.


SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
            Secara umum, secara historis kajian kesehatan mental terbagi menjadi dalam dua periode yaitu periode pra-ilmiah dan periode ilmiah (Langgulung, 1986: 23).
  1. Periode Pra-Ilmiah
     Sejak zaman dulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitif animeisme, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan korban.
     Perubahan sikap terhadap tradisi animisme terjadi pada zaman Hipocrates (460-467). Dia dan pengikutnya mengembangkan pandangan revolusioner dalam pengobantan, yaitu dengan menggunakan pendekatan naturalisme, suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental atu fisik itu merupakan akibat dari alam. Hipocrates menolak pengaruh roh, dewa, setan, atau hantu. “Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan memicu bau yang amis, akan tetapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda”. Ide naturalistic ini kemudian dikembangkan oleh Galen, seorang tabib dalam pembedahan hewan.
     Dalam perkembangan selanjutnya, pendekatan naturalistic ini tidak dipergunakan lagi dikalangan orang-orang Kristen. Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat politik dan sosial untuk memecahkan problem penyakit mental. Di rumah sakit ini, para pasiennya (yang maniak) dirantai, diikat di tembok dan di tempat tidur. Para pasien yang telah dirantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dipandang sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya di antara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan lagi kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya sendiri.

  1. Era Ilmiah (Modern)
Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan gangguan mental, animisme (irrasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di AS, yaitu pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Penisylvania. Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyakit kejiwaan. Perkambangan psikologi abnormal dan psikiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya mental hygiene yang berkembang menjadi body of knowledge dipengaruhi  oleh gagasan, pemikiran dan inspirasi para ahli, Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingham Beers. Pada tahun 1900-1909, beberapa organisasi kesehatan mental telah didirikan, seperti American Social Hygiene Association (ASHA), dan American Federation for Sex Hygiene berkat jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943).
Beers menyakini bahwa penyakit atau gangguan mental dapat dicegah atau disembuhkan. Program Beers ini ternyata mendapat banyak respon dan akhirnya Beers dinobatkan sebagai “The Founder of The Mental Hygiene Movement”. Pada tahun 1908 Beers mempublikasikan outobiografinya berjudul A Mind That Found Itself. Dengan ramainya pembicaraan tentang gerakaan Beers, Adolf Mayer menyarankan untuk menamai gerakan Beers dengan nama “Mental Hygiene”. Tahun 1908 organisasi pertama didirikan dengan nama Connectievt Society For Mental Hygiene. Tanggal 19 Februari 1909 didirikan National Commitye Society for Mental Hygiene, disini Beers diangkat sebagai sekertarisnya. Tujuan organisasi National Commitye Society for Mental Hygiene adalah : melindungi, menyusun perawatan, meningkatkan studi menyebarkan pengetahuan dan mengkoordinasikan lembaga-lembaga untuk pasien gangguan mental. Setelah berpuluh-puluh tahun, tanggal 3 Juli 1946, Presiden Amerika Serikat menandatangani “The National Mental Health Act”. Selanjutnya Pada tahun 1950 berdiri National Association for Mental Health, bekerjasama dengan tiga organisasi, yaitu National Commite for Mental Hygiene, National Mental Health Foundation. Dan akhirnya pada tahun 1075 di Amerika Serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Dibelahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui World Federation for Mental Health dan World Health Organization.

          Sumber: Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto:       Fajar Media Press.

Pendekatan Kesehatan Mental

  • Orientasi Klasik:  Seseorang dianggap sehat bila ia tidak memiliki keluhan seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasaan tidak berguna yang semuanya menimbulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta menggangu efisiensi kegiatan sehari-hari.
  • Orientasi Penyesuaian Diri:  Seseorang dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain dan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain apabila ia bisa bersosialisasi dengan lingkungan maka ia dianggap memiliki mental yang sehat.
  •  Orientasi Pengembangan PotensiSeseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia bisa dihargai oleh orang lain dan tentu dirinya sendiri. Mental seseorang dikatakan sehat apabila ia bisa menciptakan atau memikirkan berbagai hal baru yang nantinya dapat dikembangkan oleh dirinya sendiri maupun orang lain.

Sumber: Rochman, Kholil Lur. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press.